Persoalan kiamat selama ini memang masih dan selalu dihubungkan dengan keimanan, terutama dalam Islam. Bahkan, urusan mempercayai kiamat atau hari akhir menjadi salah satu syarat seseorang dikatakan beriman atau tidak. Oleh karena itu, orang-orang yang atheis cenderung tidak mempercayai kiamat.
Entah dengan penganut Agama lain, yang jelas hampir seluruh umat Islam meyakini bahwa kiamat akan terjadi. Hanya soal waktunya saja yang tidak seorang pun bisa memastikan. Kapan akan terjadinya, tidak seorang pun yang mengetahui. Memang terkesan dogmatis, tapi cukup efektif untuk menanamkan doktrin tersebut dalam benak setiap muslim.
Akan tetapi, sikap yang berbeda ditunjukan oleh kalangan ilmuwan, apa pun agamanya. Namanya juga ilmuwan, mereka cenderung penasaran dengan berbagai hal yang menarik perhatiannya. Seperti juga masalah awal kehidupan yang masih menjadi perdebatan, kiamat atau hari akhir juga masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.
Salah satu ciri terjadinya kiamat yang diyakini oleh umat Islam adalah ketika matahari terbit di barat.
Akan tetapi, tentunya menjadi pertanyaan juga. Jika matahari terbit di Barat, bagaimana proses terjadinya? Apakah bumi tiba-tiba berhenti dan berputar arah langsung? Sementara itu, secara teori, tidak mungkin suatu benda yang berputar bisa langsung berhenti tanpa melalui proses perlambatan.
Kalau memang ada proses perlambatan, jangankan sampai berputar arah dan penghuni bisa melihat matahari terbit di Barat, belum berhenti saja bumi ini sudah berantakan. Kecuali proses perlambatan itu berlangsung secara konstan setiap hari dan ukuran perlambatannya kecil sekali, sehingga manusia dan seluruh makhluk di bumi tidak menyadarinya.
Kalau tidak ada, lebih parah lagi. Bayangkan saja ketika kita naik kereta api dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti, seluruh penumpang pasti akan ‘terbang’.
Beberapa saat yang lalu, ada sebuah program yang membahas science di Metro TV. Salah satunya berbicara tentang galaksi. Konon, galaksi Bima Sakti dan seluruh isinya, termasuk bumi, sedang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi. Dan diprediksi akan berbenturan bahkan bertabrakan dengan salah satu galaksi lainnya.
Dalam simulasi digambarkan ketika terjadi benturan itu terjadi ledakan yang sangat dahsyat. Dari situ kemudian saya berpikir, jangan-jangan seperti itulah proses kiamat. Namun, benturan itu baru akan terjadi dalam waktu yang masih sangat lama.
Hal yang lebih menarik adalah bahwa kiamat ini didukung oleh Hukum II Termodinamika, atau yang juga dikenal sebagai Hukum Entropi. Dalam ‘kuliah’-nya yang bisa dibaca di
http://www.hawking.org.uk/text/public/bot.html
Stephen Hawking, salah seorang Fisikawan kenamaan mengatakan
Dalam sebuah tulisan yang berjudul “Ilmu Termodinamika Menyanggah Evolusi“, Harun Yahya menuliskan,
Hukum II Termodinamika, yang dianggap sebagai salah satu hukum dasar ilmu fisika, menyatakan bahwa pada kondisi normal semua sistem yang dibiarkan tanpa gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan waktu. Seluruh benda, hidup atau mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai dan hancur. Akhir seperti ini mutlak akan dihadapi semua makhluk dengan caranya masing-masing dan menurut hukum ini, proses yang tak terelakkan ini tidak dapat dibalikkan
Teori ini memang terasa sangat masuk akal. Dalam keseharian, kita mendapati bahwa tidak ada sesuatu pun yang abadi. Semua hal, entah itu makhluk hidup atau mati, pada akhirnya akan menuju sebuah kehancuran. Buah-buahan yang membusuk, besi yang berkarat, kayu yang lapuk. Dan alam semesta ini, bukan sebuah pengecualian, semuanya tunduk pada "Sunatullah" ini. Bahkan, tanpa terjadinya benturan antar galaksi pun, Bumi ini akan hancur dengan sendirinya. Lagi-lagi, masalahnya soal waktu saja.
Dipandang dari sisi sains dan agama, sebetulnya saling mendukung satu sama lain ketika berbicara kiamat atau soal hancurnya alam semesta. Perdebatan terjadi ketika berbicara pasca-kiamat, karena lagi-lagi masalah ini berhubungan dengan keimanan. Sementara dari sisi sains, belum didapatkan jawaban yang pasti, karena kita berbicara soal ‘alam lain’ yang tidak teramati. Akan tetapi, yang jelas sudah ada titik-temu soal kepastian terjadinya akhir dunia.
Sayangnya, masih terjadi gap yang cukup lebar antara ‘ulama dan ilmuwan. Bahkan, cenderung saling menafikan satu sama lain. Kalangan ‘ulama cenderung tidak mau tahu tentang proses terjadinya kiamat yang bisa jadi sangat ilmiah. Sehingga, ceramah-ceramah yang diberikan cenderung dogmatis.
Padahal, temuan-temuan ilmuwan sebetulnya bisa semakin memperkuat keyakinan dan keimanan bahwa kiamat memang akan terjadi. Toh, proses terjadinya kiamat tidak pernah diceritakan dengan jelas. Biasanya kita lebih menyukai ceramah-ceramah yang tidak hanya menambah keimanan, tapi juga pengetahuan. Dan itu tidak mungkin terjadi jika ‘ulama tidak pernah mendekati ilmuwan atau sebaliknya.
Karena sesungguhnya, sebaik-baiknya keimanan adalah yang berdasarkan ilmu.
Wallahu Alam...
Maafkan hamba yang hina ini dan penuh dosa
Entah dengan penganut Agama lain, yang jelas hampir seluruh umat Islam meyakini bahwa kiamat akan terjadi. Hanya soal waktunya saja yang tidak seorang pun bisa memastikan. Kapan akan terjadinya, tidak seorang pun yang mengetahui. Memang terkesan dogmatis, tapi cukup efektif untuk menanamkan doktrin tersebut dalam benak setiap muslim.
Akan tetapi, sikap yang berbeda ditunjukan oleh kalangan ilmuwan, apa pun agamanya. Namanya juga ilmuwan, mereka cenderung penasaran dengan berbagai hal yang menarik perhatiannya. Seperti juga masalah awal kehidupan yang masih menjadi perdebatan, kiamat atau hari akhir juga masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.
Salah satu ciri terjadinya kiamat yang diyakini oleh umat Islam adalah ketika matahari terbit di barat.
Akan tetapi, tentunya menjadi pertanyaan juga. Jika matahari terbit di Barat, bagaimana proses terjadinya? Apakah bumi tiba-tiba berhenti dan berputar arah langsung? Sementara itu, secara teori, tidak mungkin suatu benda yang berputar bisa langsung berhenti tanpa melalui proses perlambatan.
Kalau memang ada proses perlambatan, jangankan sampai berputar arah dan penghuni bisa melihat matahari terbit di Barat, belum berhenti saja bumi ini sudah berantakan. Kecuali proses perlambatan itu berlangsung secara konstan setiap hari dan ukuran perlambatannya kecil sekali, sehingga manusia dan seluruh makhluk di bumi tidak menyadarinya.
Kalau tidak ada, lebih parah lagi. Bayangkan saja ketika kita naik kereta api dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba berhenti, seluruh penumpang pasti akan ‘terbang’.
Beberapa saat yang lalu, ada sebuah program yang membahas science di Metro TV. Salah satunya berbicara tentang galaksi. Konon, galaksi Bima Sakti dan seluruh isinya, termasuk bumi, sedang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi. Dan diprediksi akan berbenturan bahkan bertabrakan dengan salah satu galaksi lainnya.
Dalam simulasi digambarkan ketika terjadi benturan itu terjadi ledakan yang sangat dahsyat. Dari situ kemudian saya berpikir, jangan-jangan seperti itulah proses kiamat. Namun, benturan itu baru akan terjadi dalam waktu yang masih sangat lama.
Hal yang lebih menarik adalah bahwa kiamat ini didukung oleh Hukum II Termodinamika, atau yang juga dikenal sebagai Hukum Entropi. Dalam ‘kuliah’-nya yang bisa dibaca di
http://www.hawking.org.uk/text/public/bot.html
Stephen Hawking, salah seorang Fisikawan kenamaan mengatakan
…if your theory disagrees with the Second Law of Thermodynamics, it is in bad trouble. In fact, the theory that the universe has existed forever is in serious difficulty with the Second Law of Thermodynamics. The Second Law, states that disorder always increases with time.
Dalam sebuah tulisan yang berjudul “Ilmu Termodinamika Menyanggah Evolusi“, Harun Yahya menuliskan,
Hukum II Termodinamika, yang dianggap sebagai salah satu hukum dasar ilmu fisika, menyatakan bahwa pada kondisi normal semua sistem yang dibiarkan tanpa gangguan cenderung menjadi tak teratur, terurai, dan rusak sejalan dengan waktu. Seluruh benda, hidup atau mati, akan aus, rusak, lapuk, terurai dan hancur. Akhir seperti ini mutlak akan dihadapi semua makhluk dengan caranya masing-masing dan menurut hukum ini, proses yang tak terelakkan ini tidak dapat dibalikkan
Teori ini memang terasa sangat masuk akal. Dalam keseharian, kita mendapati bahwa tidak ada sesuatu pun yang abadi. Semua hal, entah itu makhluk hidup atau mati, pada akhirnya akan menuju sebuah kehancuran. Buah-buahan yang membusuk, besi yang berkarat, kayu yang lapuk. Dan alam semesta ini, bukan sebuah pengecualian, semuanya tunduk pada "Sunatullah" ini. Bahkan, tanpa terjadinya benturan antar galaksi pun, Bumi ini akan hancur dengan sendirinya. Lagi-lagi, masalahnya soal waktu saja.
Dipandang dari sisi sains dan agama, sebetulnya saling mendukung satu sama lain ketika berbicara kiamat atau soal hancurnya alam semesta. Perdebatan terjadi ketika berbicara pasca-kiamat, karena lagi-lagi masalah ini berhubungan dengan keimanan. Sementara dari sisi sains, belum didapatkan jawaban yang pasti, karena kita berbicara soal ‘alam lain’ yang tidak teramati. Akan tetapi, yang jelas sudah ada titik-temu soal kepastian terjadinya akhir dunia.
Sayangnya, masih terjadi gap yang cukup lebar antara ‘ulama dan ilmuwan. Bahkan, cenderung saling menafikan satu sama lain. Kalangan ‘ulama cenderung tidak mau tahu tentang proses terjadinya kiamat yang bisa jadi sangat ilmiah. Sehingga, ceramah-ceramah yang diberikan cenderung dogmatis.
Padahal, temuan-temuan ilmuwan sebetulnya bisa semakin memperkuat keyakinan dan keimanan bahwa kiamat memang akan terjadi. Toh, proses terjadinya kiamat tidak pernah diceritakan dengan jelas. Biasanya kita lebih menyukai ceramah-ceramah yang tidak hanya menambah keimanan, tapi juga pengetahuan. Dan itu tidak mungkin terjadi jika ‘ulama tidak pernah mendekati ilmuwan atau sebaliknya.
Karena sesungguhnya, sebaik-baiknya keimanan adalah yang berdasarkan ilmu.
Wallahu Alam...
Maafkan hamba yang hina ini dan penuh dosa
0 Komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar anda